Subtema 3 : Sikap kepahlawanan
Pembelajaran :6 (Enam )
Tanggal : 27 November 2019
KOMPETENSI DASAR (KD)
Bahasa Indonesia
3.8 Membandingkan hal yang sudah diketahui dengan yang baru diketahui dari teks nonfiksi
4.8 Menyampaikan hasil membandingkan pengetahuan lama dengan pengetahuan baru secara tertulis dengan bahasa sendiri.
Indikator
3.8.3 Menyebutkan informasi yang diketahui tentang salah satu pahlawan nasional Indonesia
4.8.3 Mempresentasikan informasi yang diperoleh melalui bahasa lisan dan tulisan tentang pahlawan nasional Indonesia
PPKn
3.1 Memahami hubungan simbol dengan makna sila-sila Pancasila sebagai satu kesatuan dalam kehidupan sehari- hari
4.1 Menceritakan hubungan simbol dengan makna sila-sila Pancasila sebagai satu kesatuan dalam kehidupan sehari-hari
Indikator
3.1.6 Menceritakan kaitan antara sikap kepahlawanan dengan makna sila Pancasila
4.1.6 Menceritakan kaitan antara sikap kepahlawanan dengan makna sila Pancasila
Materi Ajar
B. Indonesia
Sultan Hasanuddin (lahir di Gowa, Sulawesi Selatan, 12 Januari 1631 – meninggal di Gowa, Sulawesi Selatan, 12 Juni 1670 pada umur 39 tahun) adalah Raja Gowa ke-16 dan pahlawan nasional Indonesia yang terlahir dengan nama Muhammad Bakir I Mallombasi Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangape sebagai nama pemberian dari Qadi Islam Kesultanan Gowa yakni Syeikh Sayyid Jalaludin bin Ahmad Bafaqih Al-Aidid, seorang mursyid tarekat Baharunnur Baalwy Sulawesi Selatan yang juga adalah gurunya, termasuk guru tarekat dari Syeikh Yusuf Al-Makassari. Setelah menaiki Takhta, ia digelar Sultan Hasanuddin, setelah meninggal ia digelar Tumenanga Ri Balla Pangkana. Karena keberaniannya, ia dijuluki De Haantjes van Het Osten oleh Belanda yang artinya Ayam Jantan dari Timur. Ia dimakamkan di Katangka, Kabupaten Gowa. Ia diangkat sebagai Pahlawan Nasional dengan Surat Keputusan Presiden No. 087/TK/1973, tanggal 6 November 1973.[1]
Sultan Hasanuddin, merupakan putera dari Raja Gowa ke-15, I Manuntungi Daeng Mattola Karaeng Lakiyung Sultan Muhammad Said. Sultan Hasanuddin memerintah Kerajaan Gowa mulai tahun 1653 sampai 1669. Kerajaan Gowa adalah merupakan kerajaan besar di Wilayah Timur Indonesia yang menguasai jalur perdagangan.
Pada pertengahan abad ke-17, Kompeni Belanda (VOC) berusaha memonopoli perdagangan rempah-rempah di Maluku setelah berhasil mengadakan perhitungan dengan orang-orang Spanyol dan Portugis. Kompeni Belanda memaksa orang-orang negeri menjual dengan harga yang ditetapkan oleh mereka, selain itu Kompeni menyuruh tebang pohon pala dan cengkeh di beberapa tempat, supaya rempah-rempah jangan terlalu banyak. Maka Sultan Hasanuddin menolak keras kehendak itu, sebab yang demikian adalah bertentangan dengan kehendak Allah katanya. Untuk itu Sultan Hasanuddin pernah mengucapkan kepada Kompeni "marilah berniaga bersama-sama, mengadu untuk dengan serba kegiatan". Tetapi Kompeni tidak mau, sebab dia telah melihat besarnya keuntungan di negeri ini, sedang Sultan Hasanuddin memandang bahwa cara yang demikian itu adalah kezaliman.
Pada tahun 1660, VOC Belanda menyerang Makassar, tetapi belum berhasil menundukkan Kerajaan Gowa. Tahun 1667, VOC Belanda di bawah pimpinan Cornelis Speelman beserta sekutunya kembali menyerang Makassar. Pertempuran berlangsung di mana-mana, hingga pada akhirnya Kerajaan Gowa terdesak dan semakin lemah, sehingga dengan sangat terpaksa Sultan Hasanuddin menandatangani Perjanjian Bungaya pada tanggal 18 November 1667 di Bungaya. Gowa yang merasa dirugikan, mengadakan perlawanan lagi. Pertempuran kembali pecah pada Tahun 1669. Kompeni berhasil menguasai benteng terkuat Gowa yaitu Benteng Sombaopu pada tanggal 24 Juni 1669. Sultan Hasanuddin wafat pada tanggal 12 Juni 1670.
PKN
Nilai- nilai yang terkandung dalam cerita Pahlawan Hasanuddin
1. Rela berkorban demi kepentingan rakyatnya
2. Tidak mudah menyerah
3. Berani meawan penjajah
4. Disiplin
5. Cinta tanah air
Pembelajaran :6 (Enam )
Tanggal : 27 November 2019
KOMPETENSI DASAR (KD)
Bahasa Indonesia
3.8 Membandingkan hal yang sudah diketahui dengan yang baru diketahui dari teks nonfiksi
4.8 Menyampaikan hasil membandingkan pengetahuan lama dengan pengetahuan baru secara tertulis dengan bahasa sendiri.
Indikator
3.8.3 Menyebutkan informasi yang diketahui tentang salah satu pahlawan nasional Indonesia
4.8.3 Mempresentasikan informasi yang diperoleh melalui bahasa lisan dan tulisan tentang pahlawan nasional Indonesia
PPKn
3.1 Memahami hubungan simbol dengan makna sila-sila Pancasila sebagai satu kesatuan dalam kehidupan sehari- hari
4.1 Menceritakan hubungan simbol dengan makna sila-sila Pancasila sebagai satu kesatuan dalam kehidupan sehari-hari
Indikator
3.1.6 Menceritakan kaitan antara sikap kepahlawanan dengan makna sila Pancasila
4.1.6 Menceritakan kaitan antara sikap kepahlawanan dengan makna sila Pancasila
Materi Ajar
B. Indonesia
Sultan Hasanuddin (lahir di Gowa, Sulawesi Selatan, 12 Januari 1631 – meninggal di Gowa, Sulawesi Selatan, 12 Juni 1670 pada umur 39 tahun) adalah Raja Gowa ke-16 dan pahlawan nasional Indonesia yang terlahir dengan nama Muhammad Bakir I Mallombasi Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangape sebagai nama pemberian dari Qadi Islam Kesultanan Gowa yakni Syeikh Sayyid Jalaludin bin Ahmad Bafaqih Al-Aidid, seorang mursyid tarekat Baharunnur Baalwy Sulawesi Selatan yang juga adalah gurunya, termasuk guru tarekat dari Syeikh Yusuf Al-Makassari. Setelah menaiki Takhta, ia digelar Sultan Hasanuddin, setelah meninggal ia digelar Tumenanga Ri Balla Pangkana. Karena keberaniannya, ia dijuluki De Haantjes van Het Osten oleh Belanda yang artinya Ayam Jantan dari Timur. Ia dimakamkan di Katangka, Kabupaten Gowa. Ia diangkat sebagai Pahlawan Nasional dengan Surat Keputusan Presiden No. 087/TK/1973, tanggal 6 November 1973.[1]
Sultan Hasanuddin, merupakan putera dari Raja Gowa ke-15, I Manuntungi Daeng Mattola Karaeng Lakiyung Sultan Muhammad Said. Sultan Hasanuddin memerintah Kerajaan Gowa mulai tahun 1653 sampai 1669. Kerajaan Gowa adalah merupakan kerajaan besar di Wilayah Timur Indonesia yang menguasai jalur perdagangan.
Pada pertengahan abad ke-17, Kompeni Belanda (VOC) berusaha memonopoli perdagangan rempah-rempah di Maluku setelah berhasil mengadakan perhitungan dengan orang-orang Spanyol dan Portugis. Kompeni Belanda memaksa orang-orang negeri menjual dengan harga yang ditetapkan oleh mereka, selain itu Kompeni menyuruh tebang pohon pala dan cengkeh di beberapa tempat, supaya rempah-rempah jangan terlalu banyak. Maka Sultan Hasanuddin menolak keras kehendak itu, sebab yang demikian adalah bertentangan dengan kehendak Allah katanya. Untuk itu Sultan Hasanuddin pernah mengucapkan kepada Kompeni "marilah berniaga bersama-sama, mengadu untuk dengan serba kegiatan". Tetapi Kompeni tidak mau, sebab dia telah melihat besarnya keuntungan di negeri ini, sedang Sultan Hasanuddin memandang bahwa cara yang demikian itu adalah kezaliman.
Pada tahun 1660, VOC Belanda menyerang Makassar, tetapi belum berhasil menundukkan Kerajaan Gowa. Tahun 1667, VOC Belanda di bawah pimpinan Cornelis Speelman beserta sekutunya kembali menyerang Makassar. Pertempuran berlangsung di mana-mana, hingga pada akhirnya Kerajaan Gowa terdesak dan semakin lemah, sehingga dengan sangat terpaksa Sultan Hasanuddin menandatangani Perjanjian Bungaya pada tanggal 18 November 1667 di Bungaya. Gowa yang merasa dirugikan, mengadakan perlawanan lagi. Pertempuran kembali pecah pada Tahun 1669. Kompeni berhasil menguasai benteng terkuat Gowa yaitu Benteng Sombaopu pada tanggal 24 Juni 1669. Sultan Hasanuddin wafat pada tanggal 12 Juni 1670.
PKN
Nilai- nilai yang terkandung dalam cerita Pahlawan Hasanuddin
1. Rela berkorban demi kepentingan rakyatnya
2. Tidak mudah menyerah
3. Berani meawan penjajah
4. Disiplin
5. Cinta tanah air
Komentar
Posting Komentar